Jadi Pak RT Ternyata Berat

Oleh: Didik Setia Budi. Jurnalis TV, warga sebuah RT

(madurachannel photo)
banner 120x600
banner 468x60

SUMENEP, madurachannel.com- Apakah anda asing dengan penyebutan ‘Pak RT’? Tentu tidak. Karena kalaupun iya, anda pasti bukan orang Indonesia. Penyebutan kata ‘Pak RT’ sudah membumi di setiap pendengaran orang yang lahir di Indonesia.

Bersejarah, sarat memori, dulu dan kini. Sama halnya Presiden, Pak RT juga memiliki tanggung-jawab kewilayahan di permukiman yang dipimpinnya. Negara sekup besar, RT sekup kecil. Pak RT jadi sumber surat menyurat warga, jadi sumber informasi bilamana terjadi gangguan kamtibmas.

Fungsi dari Pak RT bahkan mirip dan sejajar dengan tugas kepolisian. Kita pasti sering melihat papan peringatan di sudut perumahan bertulis: tamu yang melebihi 24 jam diharap melapor ke Ketua RT.

Malam ini, saya kembali hadir di sebuah rapat RT 16 RW 3, perumahan tempat saya tinggal, Bima Regency. Pak Supardi, ketua RT mulai memimpin rapat bulanan. Kali ini yang menjadi bahasan utama adalah harus disegerakan pembangunan masjid perumahan. Warga yang hadir ikut andil membahasnya. Tertib, dan saling memberi usulan.

Saya yang duduk di sebelah Pak RT sesekali melihat wajahnya. Juga melihat wajah sesepuh RT lain, ada Pak Masduki dan Pak Suratman. Semua ikut mikir. Dan ternyata, berat juga tugas seorang Pak RT.

Malam semakin larut, diskusi makin asyik sambil makan gorengan. Tak cukup itu, soto ayam kampung kembali disuguhkan oleh purnawirawan TNI yang dulu pernah bertugas sebagai Danramil Kalianget.

Rapat RT selesai, kami berpamitan. Pak RT paling akhir meninggalkan rumah Pak Suratman. Dengan mengendarai motor legendarisnya, Pak RT mungkin pulang ke rumah dengan berpikir tentang pembangunan masjid.

Deru motor Pak RT menjauh. Saya melihatnya hilang di kejauhan. Lagi-lagi saya berpikir: jadi Pak RT itu memang berat. (red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *