Madurachannel.com- Catatan ini saya buat karena rasa sayang terhadap sahabat dan teman sejawat. Saya bersedih jika harus kehilangan mereka. Namun hidup adalah pilihan, dan tulisan ini adalah kegelisahan pribadi. Jangan diseret pada tafsir politis apa lagi berharap jatah makan siang gratis.
Konsekuensi dari Geng oposan adalah menyempitnya pintu-pintu kekuasaan. Pilihan posisi menentukan kualitas kursi. Mau memilih kursi mewah atau tetap menjadi patung sawah. Namun itu hal yang lazim dalam negara demokrasi.
Kritikus permen karet adalah pengkritik kekuasaan yang mencari celah kebijakan untuk dikonversi menjadi peluang bagi dirinya sendiri. Maka jika ada teman dan sahabat saya yang model begitu, saya akan kritisi habis-habisan, sebab itu mencederai etika dan kepatutan dalam dunia aktivis.
Oposisi adalah alat untuk mendatangkan pikiran alternatif bagi kekuasaan
Saya masih yakin teman dan sahabat saya seperti Fery Saputra, Anwar Gua Sukarno, Agus Rafi, dan banyak lagi yang lain yang berpikir dua kali untuk mengunyah permen karet yang sudah dibuang dalam keranjang sampah. Tapi jika ada kritikus seperti diatas, maka tak ada bedanya dengan tikus yang mencari permen karet dalam tumpukan sampah busuk kekuasaan.
Kegelisahan ini terjadi karena saya mendengar dan melihat teman saya, yang sering melontarkan kritik-kritik tajam pada pemangku kebijakan hari ini kaki kirinya sudah masuk pada pintu kekuasaan. Entah sedang punya tujuan apa, tetapi sudah saya kirimi pesan WA untuknya yang isinya begini:
Fauzi As : Broo…. Kamu mau masuk Kedalam Kekuasaan atau Tetap Oposan…?
Sahabat : Mana yg ada duitnya? Dan tetap bisa maki maki pejabat?
Sahabat : Kalo pemerintah butuh bantuan pasti saya bantu, selama itu untuk kepentingan masyarakat. Tapi bukan berarti saya tidak bisa mengkritisi…Tak ada yg bisa membeli kemerdekaan saya.
Jawaban teman saya ini membuat hati saya masih ragu-ragu sebab kalau jawabannya saya gabungkan ini urusan “Dapur yang Belum Merdeka”.
Memang perbedaan adalah hal yang biasa, langkah dan keputusan diambil sendiri, tetapi perlu di ingat bahwa “Jejak digital akan menjadi prasasti yang tidak pernah hilang oleh waktu”. Suatu saat dia akan menjelma menjadi hakim bagi pembuatnya.
Jika ada aktivis atau kritikus pagi-sore dia akan dicatat pada prasasti digital. Siapapun bisa melihat dan tak terbatas jaraknya. Jika pagi dia mencaci kebijakan penguasa tetapi sorenya dia sudah menjilat pantat penguasa, ini akan menjadi bahan olokan dalam gelap suramnya dunia pergerakan.
Catatan saya sebelumnya tentang Berbaju LSM Berprofesi Tukang Palak, memantik reaksi beragam, tentu masing-masing orang boleh berkomentar, tetapi itulah realita berbasis data, kami siap berdiskusi dalam meja-meja terbuka.
Dan catatan ini juga saya buat setidaknya untuk mengingatkan diri sendiri, sebagai alarm titipan pada teman, kolega dan para sahabat, jika suatu saat saya menjadi kritikus permen karet, maka tolong diingatkan.
Saya dengan penuh kerendahan hati meminta maaf, jika ada pihak-pihak yang tidak sependapat bahkan selisih paham. Atau tidak sependapatan atau berselisih lahan.
Ini adalah tulisan pembelajar yang penuh kekurangan. Dulu saya sering di ingatkan oleh guru ngaji dikampung bahwa:
“Tanpa tindakan, pengetahuan tidak ada gunanya dan pengetahuan tanpa tindakan sangatlah sia-sia”.
“Jadilah seperti pohon yang lebat buahnya yang menerima resiko karena tumbuh di tepi jalan. Meski dilempar dengan batu, tetapi ia tetap membalasnya dengan buah”.
Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis
Sumenep (4/12/2022)