OPINI  

HMI; Antara Angan dan Cita-cita

Aliya Zahra

Aliya Zahra Wasekum Eksternal Kohati HMI Cabang Sumenep Komisariat Lancaran.
banner 120x600
banner 468x60

OPINI-Jika berbicara tentang HMI banyak spekulasi internal dan eksternal yang mengatakan bahwa organisasi tua ini sudah tidak layak beroperasi di tengah gempuran dinamika modern. Selain kalah pamor, HMI sudah minim memproduksi kader yang kompeten sesuai skill sebagai nyawa organisasi paling mendominasi menjadi politikus baik itu HMI-wan ataupun HMI-wati.

Berdiri tahun 1947, mulanya HMI di proyeksikan untuk menjadi organisasi yang mengembangkan ajaran Islam dan keindonesiaan untuk memenuhi basic need bangsa Indonesia pasca kemerdekaan dan berkembang pesat era 68 ke belakang.

HMI adalah wadah yang inklusif kepada semua mahasiswa asalkan beragama Islam, maka dari itu secara universal output dari semua pola perkaderan yang terstruktur dan terarah adalah terbinanya Lima Kualitas Insan Cita. Pengabdian terhadap organisasi bersifat selamanya tanpa menyandang status apapun.

Setiap kader menyepakati, namun apakah kepedulian terhadap perkaderan berjalan selaras dengan realitas? Kader HMI seperti hidup dalam utopia keberhasilan pembesarnya di masa lalu tanpa membuat sejarah baru, jika pun ada massanya tidak sebanding dengan penggembira organisasi.

Antara bayangan dan harapan, apa yang akan di dedikasikan kepada himpunan tercinta jika prosesnya didasarkan pada kepentingan bukan kemaslahatan.

Manifestasi Insan Cita

Dalam konsep HMI, Insan Cita adalah gambaran manusia sempurna (hampir mendekati sempurna). Manusia seperti ini nilai-nilai kemanusiaannya (akhlak) begitu agung, sehingga menjadi suri tauladan, sumber motivasi dan inspirasi bagi masyarakatnya. Kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual terintegrasi secara utuh dalam satu diri.

Ia hidup dalam totalitas iman, ilmu, dan amal. Keseluruhan sikap, perilaku, tutur kata dan kerjanya merupakan wujud dari nilai-nilai kebenaran, kebaikan, kesucian, dan keindahan. Setiap sudut kepribadiannya memancarkan “cahaya” yang menerangi manusia untuk menuju Tuhan. Itulah Bintang ‘Arasy “cahaya Tuhan” untuk kemanusiaan, “pelita” di tengah kegelapan. (Said Muniruddin. 2014. BINTANG ‘ARASY Tafsir Filosofis-Gnostik Tujuan HMI. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press Darussalam. Hal 213).

Representasi Insan Cita adalah harapan segenap manusia untuk mengisi kekosongan nilai ukhrawi yang mulai terdegradasi kesibukan dunia. Dari segala sisi, manusia ini mampu menjadi pelopor.

HMI mengharuskan kadernya tidak hanya menjelma singa ketika membina dan memimpin organisasi, namun juga asas kebermanfaatan secara luas di lingkungannya. Sangat merugikan jika proses perjuangan berkader dan upaya mengabdi pada organisasi selama bertahun-tahun tidak mampu membentuk karakter yang kompeten. Minimal menyadari potensi dan mengembangkannya.

Salah satu budaya penting dalam HMI adalah membaca dan berdiskusi, paten. Mustahil roda organisasi berputar jika dipimpin oleh orang yang tidak senang membaca buku.

Kemunduran Sosiologis

26. HMI Kehilangan Strategi Perjuangan* (Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul. 2005. 44 Indikator Mundurnya HMI. Jakarta: CV Misaka Galiza, Hal: 96).

Dalam beberapa dekade sudah menjadi pembicaraan klasik di warung-warung kopi tentang pudarnya eksistensi HMI. Menjadi pertanyaan besar, akan disebut apa kader HMI yang substansi prosesnya tidak mencerminkan perjuangan hijau hitam.

Meskipun berdalih kondisi biografis yang berbeda setiap rumah perjuangan, namun kultur intelektual Insan Cita tentunya tetap menyatu dalam ruh perkaderan yang di ikrar pada segenap pengurus dan seluruh kader yang merasa dirinya bagian dari HMI.

Bolehlah sejenak direnungkan dengan seksama selain gemar berdiskusi – ke mana poros HMI difokuskan sehingga output Insan Akademis, Pencipta, dan Pengabdi yang bernafaskan Islam bisa tumbuh subur.

Dimulai dari yang paling dasar ketika nilai-nilai keislaman hanya hangat menjadi tema diskusi bukan sebagai ajaran nilai. Di kota-kota besar corak keislaman pada kader mulai tergerus, tidak ada bedanya antara kader HMI dengan mahasiswa biasa, sangat jauh dari landasan awal himpunan ini dibentuk.

Pantas saja jika HMI kehilangan gairah kepemilikan dari kadernya sendiri, jangan sampai HMI hanya menjadi organisasi penumpuk massa pengangguran yang hidup bernaung di bawah nama besar seniornya.

*Penulis adalah Aliya Zahra Wasekum Eksternal Kohati HMI Komisariat Lancaran, Sumenep Madura.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *