Cerpen: Kritik DPKS, Addul Asnan Diskusi Krisis Nilai di Sekolah

Didik Setia Budi. wartawan, bukan politisi

Buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP). (dok istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Madurachannel.com-

“Ini namanya krisis moral!” Kata Asnan sambil menatap layar handphone.
“Kenapa, Nan?” Addul bertanya.
“Bayangkan, berita sebulan terakhir mengerikan. Sumenep sedang darurat. Guru SD cabuli 10 siswi, Guru SMA cabuli siswa, terbaru siswi membuang bayi darah dagingnya,” terangnya. Addul menyimak.

Menurut Asnan, dunia pendidikan Sumenep harus mulai berpikir tentang ini. Rentetan kasus asusila ini tak boleh dipandang sebelah mata. Ini darurat, gejala yang harus segera diamputasi agar tidak merembet ke kasus serupa di kemudian hari.

“Apa kamu punya masukan, Nan?” Addul bertanya.

“Sebentar,” jawab Asnan sambil mengeluarkan buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dari balik sarungnya.

Addul mengernyitkan dahi. Ditatapnya buku bersampul hijau yang dipegang Asnan. Logonya khas, Burung Garuda.

“Di bangku Sekolah Dasar (SD) dulu, kita diajari moral dan nilai melalui buku ini. Alhamdulillah pelajar saat itu lurus-lurus. Gak banyak tingkah. Ya ada yang nakal, tapi gak se-ekstrem sekarang,” terang Asnan panjang lebar.

Addul mengangguk. Matanya melihat barisan anak SD pulang sekolah. Seragamnya merah putih. Sama dengan seragam yang dipakai Addul-Asnan dulu.

“Kalau gitu, coba kita usulkan ke semua SD di Desa kita untuk kembali mengajarkan PMP,” usul Addul yakin. Asnan tampak ragu.

“Kayaknya agak sulit, Dul. Soalnya yang tak bermoral justru lebih banyak gurunya dibanding siswa. Yang harus dibenahi dulu berarti para guru, bukan siswa. Kan Tut Wuri Handayani. Murid mengikuti tindak tanduk guru,” kata Asnan ilmiah.

“Iya benar kamu, Nan. Memang ibarat revolusi mental. Harus dimulai dari hulu ke hilir,” Addul setuju.

Dari kejauhan nampak Pak Apel datang menunggang onthel tuanya. Mendekat ke Asnan dan Addul.

“Kok ada buku PMP disini?” Tanya Pak Apel.

“Anu Pak, kita sedang diskusi untuk beri masukan tentang masalah maraknya asusila di lingkungan sekolah,” kata Addul diiringi anggukan Asnan.

“Ngapain kalian ikut mikir. Di Sumenep sudah ada yang bertugas itu. Namanya Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS). Mereka saja belum tentu mendiskusikan ini. Mengambil langkah-langkah preventif, misal mengajak tokoh pendidikan Sumenep diskusi dan lain-lain,” sahut Pak Apel kecewa.

“Trus solusinya gimana, Pak Apel?” Tanya Addul-Asnan bersamaan.

“Biar DPKS yang kerja. Biar mereka ada kerjaan. Apalagi DPKS cuma ramai saat pelantikan saja. Setelah itu kan senyap. Lebih ramai suasana arisan RT kita daripada kantor mereka,” imbuh Pak Apel.

“Trus buku PMP ini gimana, Pak Apel?” Tanya Addul.

“Bawa ke kantor DPKS sana. Buat baca-baca. Minimal walaupun gak kerja, punya bacaan yang baik,” jawab Pak Apel sambil berlalu. (red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *