Madurachannel.com- Addul dan Asnan duduk berdua di gardu kampung. Seperti biasa, mereka membuka HP, melihat berita-berita yang muncul di beranda google.
“Dul, pak Fauzi masuk daftar Calon Gubernur Jatim, ini beritanya,” Asnan membuka percakapan.
“Jangan bergurau, Nan. Lihat dimana kamu?” Timpal Addul.
” Ini di survey elektabilitas. Yang ngadakan Accurate Research and Conculting Indonesia. Berdasar hasil survey, pak Fauzi tinggi elektabilitasnya,” kata Asnan.
Addul mendekat melihat layar handphone kawannya itu. “Iya ya,” dirinya manggut-manggut.
“Karena elektabilitasnya tinggi, jadi kalau pak Fauzi berpasangan dengan Ibu Khofifah, bisa jadi,” Asnan terus menerangkan. Addul masih manggut-manggut.
“Kok bisa tinggi ya elektabilitasnya?” Asnan balik bertanya. Addul berhenti manggut.
“Anu bro, mungkin itu Nan, karena bikin lagu. Kan banyak viewernya, terkenal,” jawab Addul.
“Bisa jadi, bisa jadi. Judulnya mencintai tanpa dicintai,” balik Asnan yang kini manggut.
Percakapan terhenti sejenak, dari jauh pak Kepala Dusun muncul dan ingin bergabung nongkrong di gardu Kampung.
Setelah sampai dan duduk, Addul dan Asnan laporan. “Pak Apel, Bupati kita katanya kuat untuk maju Pilgub? Itu ada di HP nya Asnan,” ujar Addul.
Pak Apel masih diam. Rokoknya disedot kuat. Asap membumbung di atap gardu. Addul dan Asnan menunggu jawaban.
“Ehm, jadi pemimpin di Jawa Timur itu harus orang hebat. Harus cerdas karena wilayahnya luas. Patokannya itu berhasil di daerah, baru melangkah ke yang lebih luas,” kata Pak Apel sambil terus merokok.
“Oooo…gitu ya Pak,” Asnan Addul menjawab berbarengan.
“Menilai keberhasilan pemimpin itu dari capaiannya. Bukan yang lain,” sambung pak Apel.
“Kan pak Fauzi terkenal, Pak. Pernah rekaman lagu juga,” Addul coba mendebat.
Pak Apel melirik Addul. Rokok di tangannya makin pendek. Disedotnya sekali lagi lalu dibuang. Pak Apel mulai bicara.
“Sekarang ini gak penting lagu-laguan. Terkenal itu nomer pettolekor. Harus kerja nyata. Misal jalan desa yang rusak diperbaiki, pupuk tidak langka, lapangan kerja melimpah, kemiskinan berkurang,” Pak Apel mulai ketus.
“Dulu kan ada juga orang Sumenep yang nyalon di Pilkada Jatim. Itu aja gak tembus,” sambung pak Apel yang mulai akan menyalakan batang rokok keduanya.
“Ambu je’ abahas politik, Dul. Jelen nyareh kopi. Pak Fauzi itu biar di Sumenep aja. Minimal walaupun pupuk langka, tapi beliau bisa lanjut rekaman lagu,” masih kata pak Apel.
“Iya sampean benar Pak Apel. Biar lengkap satu album ya pak? Kayak pak Basofi Sudirman, hehe,” timpal Addul sambil berlalu membeli kopi.
Pak Apel dan Asnan tertawa. Addul ikut ngakak di kejauhan. Malam semakin larut. (*)
*Didik Setia Budi, penulis gaya bebas, suka puisi